Oleh : Dr. RIDWAN MANSYUR, SH., MH.
Setiap pemimpin semestinya adalah Agen Perubahan. Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan(business prosess) maupun sumber daya manusia aparatur. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik good governance
Reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil dan finansial, serta sarana dan prasarana. Kebijakan “satu atap” memberikan tanggungjawab dan tantangan karena MA, Pengadilan Tingkat Banding sampai Tingkat Pertama dituntut untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan meningkatnya reformasi di peradilan, hal tersebut akan berdampak pada semakin besarnya tuntutan transparansi dan informasi publik. Adanya pembaruan yang berkelanjutan dapat meningkatkan citra peradilan di mata masyarakat, badan legislatif maupun eksekutif di Indonesia. Saat ini kita telah memasuki tahun ke empat Cetak Biru (Blue Print) ke Dua 2010-2035.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi dalam buku nya yang berjudul ”Reformasi Birokrasi Dalam Praktik” edisi Mei 2013, (pada Kata Pengantar) menyampaikan bahwa cara-cara baru menerapkan reformasi birokrasi tidak terlalu baru. Di sektor swasta banyak hal yang sudah di praktikkan : Pelayanan satu pintu, elektronisasi pelayanan, remunerasi berbasis kinerja dan lain sebagainya. Banyak penelitian dilakukan dan konfrensi/seminar digelar untuk mencari tahu cara terbaik menjadi birokrasi publik direformasi dari sebelumnya.
Pimpinan Pengadilan sebagai Agen Perubahan untuk Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi adalah reformasi pelayanan publik itu sendiri. Perlu diakui, bahwa upaya perbaikan pelayanan publik sudah dilakukan. Standarisasi pelayanan publik sudah diberlakukan untuk pelayanan dasar. UU Nomor 25 tahun 2009 dan SK KMA Nomor 26 tahun 2012 memapankan pengaturannya. Modernisasi pelayanan dengan instrumentasi teknologi informasi juga merupakan suatu keniscayaan; seperti info perkara dan direktori putusan pada Mahkamah Agung RI, serta lahirnya pengaturan dalam SK KMA Nomor 119/2013 tentang Penetapan hari musyawarah dan ucapan pada Mahkamah Agung RI yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI (Dr. H.M. Hatta Ali, SH.,MH) pada tanggal 19 Juli 2013, CTS (Case Tracking System)/SIPP, SIADPA dan SIADPA MILTUN pada pengadilan.
Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara bijak melalui langkah-langkah kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Sebagaimana dokumen Cetak Biru Perubahan Peradilan 2010-2035, arah kebijaksanaan Mahkamah Agung RI pada 25 tahun mendatang adalah ”Mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung” yang sudah tentu hal ini akan menjadi arah dan tujuan bagi setiap pengembangan program dan kegiatan yang akan dilakukan di area-area fungsi teknis serta fungsi pendukung dan fungsi akuntabilitas.
Dalam Cetak Biru Perubahan Peradilan 2010-2035 juga di jelaskan ada 6 fungsi Pelaksanaan Fungsi Pendukung, yaitu : Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Sumber Daya Keuangan, Manajemen Sarana dan Prasarana, Manajemen Teknologi dan Informasi (TI), Transparansi Peradilan dan Fungsi Pengawasan. Dengan demikian supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi dari masyarakat dan atau lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan merupakan faktor pendukung dari terlaksana dan tercapainya reformasi birokrasi.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia mensyaratkan suatu struktur penyelenggara reformasi birokrasi. Sebuah premis yang mempunyai konsekuensi logis menyatakan bahwa setiap pemimpin reformasi birokrasi perlu pengawasan ke dalam (in control) dalam reformasi birokrasinya dalam Buku yang berjudul ”Pemimpin dan Reformasi Birokrasi” edisi Februari 2013 terbitan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi. Tentu saja Pimpinan Lembaga lain dapat mengambil peran ini.
Seorang pemimpin di Pengadilan harus mampu memberikan pemahaman bahwa reformasi tidak akan mengenakkan bagi sebagian orang, dan cenderung akan menimbulkan resistensi, sehingga harus siap melakukan melakukan manajemen perubahan. Para pemimpin juga harus memiliki karakteristik yang harus ditanamkan dan diperjuangkan. Seorang pemimpin harus visioner dan berpikir melebihi kemampuan orang (thinking ahead), berpikir terus menerus (thinking again) dan berpikir lintas batas (out of the box/out of the book).
Ada empat hal yang penting yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Bila keempat ini dimiliki, pemimpin akan mendapat kekuatan dari dalam diri untuk menjadi agen perubahan. Juga akan mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan tugas yang diemban. Pertama, mampu menjadi penggerak sekaligus pendorong pemecahan masalah yang dihadapi. Kedua, senantiasa memberikan keteladanan bagi staf/bawahan. Ketiga, dengan sepenuh hati bekerja lebih keras dari pada staf/bawahan. Dan keempat, tentu saja pemimpin yang berorientasi pada perubahan yang senantiasa konsisten melakukan semua hal yang baik.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks.
Secara umum Standar Pelayanan di Pengadilan meliputi : Pelayanan Administrasi Persidangan, Pelayanan Bantuan Hukum, Pelayanan Pengaduan dan Pelayanan Permohonan Informasi. Secara khusus masing-masing pengadilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan TUN dan Peradilan Militer) juga memiliki Standar Pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Pelayanan Publik berbasis teknologi informasi kini dijadikan sebuah solusi praktis. Pelayanan berbasis teknologi merupakan sebuah inovasi yang terus berkembang demi melayani kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan akan informasi. Tak terkecuali di pengadilan, hampir di seluruh pengadilan tengah bekerja keras untuk dapat membangun sistem informasi perkaranya berbasis teknologi. Pelayanan seperi ini ini juga telah diterapkan di Mahkamah Agung Singapura dengan sangat representatif sebagai peradilan modern dengan E-Document dan E-Litigation yang kesemuanya berbasis IT.
Layanan ini memberikan aspek layanan publik yang sangat ideal bagi manajemen perkara yang cepat, akurat dan mudah. Sebagaimana sistem informasi penelusuran dan manajemen perkara dan manajemen administrasi serta keuangan Mahkamah Agung dan Pengadilan, terbukti tidak kurang dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, capaian seperti penghargaan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK, penghargaan penyerapan anggaran terbaik untuk Mahkamah Agung RI, Penghargaan tertinggi untuk survey integritas sektor publik tahun 2013 dari KPK dan prinsip SK KMA Nomor 119/2013 tentang Penetapan hari musyawarah dan ucapan pada Mahkamah Agung RI.
Akhirnya, pemimpin Pengadilan yang berhasil adalah pemimpin yang menyadari bahwa kepemimpinan yang berkenan dengan manusia, dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Kerena perubahan adalah kata yang disadari atau tidak adalah kata yang tidak banyak disukai. Manajemen perubahan pada dasarnya sesulit perubahan itu sendiri.
Tentu saja kita bertanggung jawab memberikan pelayanan terbaik secara sederhana, mudah dan ramah kepada mereka untuk memperoleh akses keadilan ini dengan niat ibadah dan membantu sesama.
Semoga Bermanfaat.
Sumber : https://www.mahkamahagung.go.id